Powered By Blogger

Minggu, 23 Oktober 2011

POLITIK ANGGARAN DI INDONESIA









POLITIK ANGGARAN DI INDONESIA[1]

Oleh : ARYONO PUTRA[2]

A.    Pengantar
            Anggaran merupakan instrument paling penting dalam kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah Indonesia dan hal ini menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas Negara. Sebagai warga negara, kita juga sangat bergantung pada negara untuk menyediakan pelayanan yang krusial dan infrastruktur. Anggaran publik merupakan bentuk hubungan antara warga negara pembayar pajak dan aparat.
Irene Rubbin, seorang ahli politik anggaran, menegaskan anggaran publik tidak berbeda dengan anggaran lainnya. Yakni bagaimana membuat pilihan antara kemungkinan-kemungkinan pengeluaran, keseimbangan dan proses memutuskannya. Akan tetapi, anggaran publik memiliki tipikal yang berbeda, seperti bersifat terbuka, melibatkan berbagai aktor dalam penyusunannya yang memiliki tujuan berbedabeda, mempergunakan dokumen anggaran sebagai bentuk akuntabilitas publik, dan keterbatasan yang harus diperhatikan (budget constraint).[3]
Terlibatnya beragam aktor sepanjang proses penganggaran, mulai dari perencanaan dan penyusunan di lingkungan birokrasi, sampai pengesahaanya di DPR RI, menjadikan anggaran sebagai arena kontestasi politik penting setelah Pemilu. Tidak mengherankan, banyak pihak menilai anggaran sebagai proses politik arena perebutan sumber daya publik antara berbagai kepentingan, baik aktoraktor di dalam lingkaran sistem politik yang berlaku maupun kelompok kepentingan lain yang memiliki pengaruh terhadap keputusan politik anggaran.[4]
Konsep hukum Keuangan Negara yang menjadi prioritas disebutkan antara lain sebagai berikut:
“Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang; serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.[5]
Sebagai salah satu instrumen Ekonomi seharusnya APBN mampu mendongkrak kesejahteraan rakyatnya. Kenyataannya APBN Tidak berpihak pada Ekonomi riil masyarakat.  
Tahun ini Dana Pemerintah yang tidak terpakai akibat lambatnya penyerapan anggaran hingga 8 Agustus 2011,[6] adalah sebesar Rp 117 triliun. Itu adalah kelebihan pembiayaan yang belum jelas penggunaannya karena kementerian dan lembaga yang mendapatkan pagu anggaran dalam APBN Perubahan 2011 belum membelanjakan secara signifikan. Realisasi APBN Perubahan 2011 hingga saat ini masih mencatat Rp 54,7 triliun dan kelebihan pembiayaan Rp 117,1 triliun.
Ini menunjukkan belanja yang tidak optimal, ujar Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Menurut, Kementerian Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro,[7] anggaran yang tertahan di rekening pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia itu bukan berarti pemerintah memberlakukan tight money policy (kebijakan pengetatan uang). Namun, itu merupakan dampak wajar dari penyerapan anggaran yang sangat lambat. Akibatnya, kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi masih sangat rendah, yakni 4,5 persen.
Dari sisi lain salah satu penyebab korupsi terbesar di Indonesia adalah “liarnya” partai politik dalam mencari sumber dana. Kevakuman hukum dimanfaatkan parpol untuk mencari dana dari berbagai sumber. Salah satu sumber dana terbesar adalah APBN yang tahun ini sekitar Rp 1.200 triliun. Meski tidak gampang dibuktikan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa parpol lewat anggotanya yang ditempatkan di Badan Anggaran (Banggar) DPR leluasa membobol uang negara. Mafia anggaran bukan cerita isapan jempol.[8]
Dana APBN cukup untuk membiayai parpol dan dampak positifnya jauh lebih besar daripada parpol dibiarkan mencari sumber pendanaan seperti selama ini. Sebuah studi menyebutkan, selama tujuh tahun terakhir, dana APBN yang dirampok parpol lewat orang-orangnya di DPR mencapai lebih dari Rp 130 triliun atau rata-rata sekitar Rp 18 triliun setahun. Sebuah jumlah yang luar biasa. Jika parpol dibiayai negara, dana APBN yang disisihkan tidak lebih dari Rp 5 triliun setahun atau Rp 50 triliun untuk lima tahun dengan asumsi 10 parpol yang lolos parliament threshold rata-rata mendapat jatah Rp 500 miliar setahun atau Rp 5 triliun selama lima tahun. Jika parliament threshold dinaikkan lagi dari 2,5 persen menjadi 4 persen atau 5 persen, parpol yang layak dibiayai negara akan tinggal sekitar lima atau enam. Saat ini terdapat sembilan parpol yang memiliki wakil di Senayan.[9]
Berdasarkan,[10] Catatan hasil Survei Pelaku Usaha Tani 2009, jumlah rumah tangga petani (padi, jagung, dan kedelai saja) berkisar 22 juta rumah tangga. Belum lagi subsektor pertanian lainnya. Artinya, jika subsidi digelontorkan ke sektor pertanian ini, setidaknya APBN akan memberikan efek penguatan hidup dan produktivitas sekitar 100 juta orang.
Berbicara kebijakan tentang subsidi hanyalah salah satu alokasi anggaran yang cukup besar porsinya. Porsi anggaran paling besar adalah untuk belanja pegawai. Sekitar 60 persen dari total APBN plus APBD masuk kantong pegawai negeri di seluruh Indonesia. Dana yang sangat besar ditransfer pemerintah pusat ke daerah, kebanyakan dipakai untuk belanja pegawai. Bahkan, ada daerah yang menggunakan 75 persen APBD-nya hanya untuk bayar pegawai.
Aliran dana terkait pembangunan Wisma Atlet untuk SEA Games di Palembang terus berkembang. Dalam sidang dengan terdakwa Mindo Rosalina Manulang terungkap, DPR RI dijatah 5 persen dari nilai proyek sebesar Rp 199,635 miliar atau sekitar Rp 9 miliar.[11] Jaksa Agus Salim yang membacakan dakwaan terhadap Rosa menyatakan, terdakwa melakukan pertemuan dengan Muhammad Nazaruddin dan karyawan PT Permai Grup membicarakan pembagian fee Proyek Pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serba Guna dengan prosentase pembagian fee. Dalam pembagian tersebut, PT Permai Grup (induk perusahaan PT Anak Negeri) memperoleh fee 18 persen.
Baru-baru ini kita mendengar berita 103 Trilyun APBN RI dirampok, mendengar hal ini semua masyarakat Indonesia bertanya-tanya, Negara membiayai Partai Politik dan keuangan negara hanya dinikmati elit politik di pemerintah dan DPR sedangkan masyarakat hanya hidup dengan serba kekurangan, ironis, keuangan Negara bukan digunakan untuk meningkatkan taraf hidup warga negaranya, Dan adalah sebuah kenyataan bahwa ditingkat daerah elite politik pun demikian halnya sebagaimana di pusat.
Belum lagi persoalan yang menyangkut perilaku birokrat, inefisiensi, kekurang efektifan pelaksanaan program, tingkat kebocoran yang tinggi, meningkatnya jumlah pinjaman luar negeri, defisit anggaran yang terus membesar, rencana anggaran pendapatan yang tidak mencapai target, terus berkurangnya asset negara dan berbagai masalah lainnya yang semakin menjauhkan kebijakan Politik Anggaran berpihak pada rakyat.     
Tentu saja akibat buruk dari alokasi anggaran pembangunan yang sangat terbatas itu, minim pula proyek infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk memacu perputaran roda-roda perekonomian. Padahal, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, minimal 7 persen, dibutuhkan untuk mengurangi secara signifikan penganggur dan kemiskinan yang masih terus membelit puluhan juta warga di seluruh penjuru Nusantara.
Hampir semua kritik dari berbagai kalangan menuntut agar Pemerintah harus berani mengembalikan arah politik anggaran ke jalur yang benar. Semua inefisiensi dalam penganggaran, dari belanja kementerian dan lembaga, belanja daerah, hingga subsidi yang tidak tepat sasaran, harus dipangkas. Dengan demikian, belanja modal dapat ditingkatkan secara signifikan untuk menyediakan landasan pacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Bukan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati sejumlah kecil penduduk. Kalau begitu, tidak berlebihan tuntutan untuk adanya komitmen dan konsistensi kebijakan, terutama dalam penganggaran dengan menetapkan prioritas pembangunan secara jelas dan tegas.
B.     Politik Anggaran Dan Arah Kebijakan Keuangan Negara Di Indonesia
Secara prosedural kerangka hukum yang tersedia mengakui politik anggaran sebagai salah satu pendekatan dalam penyusunan anggaran. Pendekatan Politik Anggaran pertama adalah keberadaan fungsi anggaran DPR dalam proses pembahasan anggaran dan kedua, penjabaran visi misi Presiden terpilih sebagai dasar penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Konstitusi secara tegas menyampaikan tiga fungsi DPR, yang salah satunya fungsi anggaran. Dalam konstitusi disebutkan kekuatan fungsi anggaran DPR, apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan Presiden, Pemerintah hanya dapat menjalankan APBN tahun yang lalu. Sebagai lembaga representatif dari rakyat, legislatif merupakan tempat yang tepat untuk memastikan anggaran optimal sesuai dengan kebutuhan bangsa berdasarkan sumber daya yang tersedia. Partisipasi legislatif yang efektif dalam proses penganggaran, menjamin pentingnya mekanisme check and balance untuk akuntabilitas dan transparansi Pemerintah serta memastikan pemberian layanan publik yang efisien.
a. Politik Anggaran Pemerintah Pusat
Dalam Konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI 1945) BAB VIII HAL KEUANGAN, Di dalam Pasal Pasal 23 dinyatakan Bahwa:
1)      Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2)      Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbaan Dewan Perwakilan Daerah.
3)      Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
            Bila kita lihat dari bunyi pasal tersebut diatas hanya merupakan kalimat retorik yang tidak memenuhi segi filosofis anggaran. Hal ini disebabkan APBN bukan sekedar perwujudan pengelolaan keuangan negara tetapi merupakan wujud kedaulatan rakyat yang tercermin pada hak budget DPR.
Visi misi Presiden terpilih, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dijadikan dasar dalam penyusunan RPJMN. RPJMN merupakan acuan bagi pemerintah dalam menyusun rencana tahunan yang kemudian diterjemahkan dalam kebijakan alokasi anggaran dalam bentuk APBN.
Dalam Pemerintahan Megawati Soekarno Putri, kebijakan anggaran diarahkan pada arah kebijakan menjaga ketahanan dan konsolidasi fiskal, optimalisasi penggalian sumber pendapatan negara, penerapan kebijakan pengurangan subsidi, pemulihan ekonomi, pemantapan proses desentralisasi serta penerapan disiplin anggaran melalui efisiensi. Tahun 20022004.[12]
Sementara dalam Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono; kebijakan anggaran diarahkan pada stabilisasi ekonomi makro, penurunan deficit anggaran, pengurangan rasio hutang, pertumbuhan ekonomi, dan upaya pengurangan kemiskinan. Tahun 20052009. Pemerintahan JK; sulit terlacak karena satu paket dengan kebijakan anggaran dengan SBY. Ada beberapa catatan tentang upaya JK dalam upaya penurunan defisit anggaran melalui pengurangan subsidi BBM dan listrik sehingga beberapa langkah konversi pernah dilakukan dari konversi minyak tanah ke batubara sampai konversi minyak tanah ke gas.
Implikasi ; Menguatnya nilai rupiah karena masuknya modal dari luar negeri karena program divestasi perbankan, privatisasi BUMN, membaiknya indikator makro, terkendalinya laju inflasi antara lain karena kecukupan pasokan pangan (Implikasi Positif Era Megawati), privatisasi BUMN juga menjadi bumerang terhadap penguasaan atas aset negara terhadap modal asing (Implikasi Negatif Era Megawati). Sedangkan Era SBY; Adanya pergeseran signifikan belanja barang dan jasa dan bantuan sosial, peningkatan tax ratio, dan upaya optimalisasi pembiayaan dalam negeri (Positif), tetapi angka kemiskinan juga relatif tinggi (negatif).
Di lain pihak juga upaya JK menyebabkan konsekuensi alokasi anggaran untuk daerah-daerah konflik yakni dana otsus bagi papua dan NAD. Sampai saat ini kebijakan dana otsus tidak memberikan konstribusi singnifikan terhadap kesejahteraan rakyat Aceh dan Papua yang masih jauh tertinggal dibandingkan daerah lain.
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, yang dimulai mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sedangkan Tahapan Penganggaran yaitu sebagai berikut:
1.      Tahapan Penyusunan (budget preparation)
2.      Tahapan Pengesahan (budget authorization)
3.      Tahapan Pelaksanaan (budget execution)
4.      Tahapan Pertanggungjawaban (budget accountability).
Pemerintah menetapkan politik anggaran untuk pangan pada tahun 2012, diarahkan pada upaya menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat sepanjang tahun. Produk yang akan dijaga ketat ketersediaannya itu adalah beras.[13]
Dalam koran ini di tulis bahwa Pemerintah sedang membuat strategi khusus ketersediaaan pangan. Jadi upaya Pertama, adalah meningkatkan produksi pangannya sendiri. Jadi revitalisasi produktivitas pertanian. Kedua, menjaga cadangan beras pada tingkat yang aman. Ketiga, memastikan bagaimana kalau terjadi gejolak harga pangan akibat pengaruh dunia, masyarakat kelompok paling miskin itu bisa terjaga," ujar Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Jumat (12/8/2011).[14]
Menurut Bambang, ketiga program itu dibuat dalam satu kerangka kerja. Dalam kerangka kerja itu ada program yang membutuhkan anggaran, dan ada juga hanya membutuhkan dukungan kebijakan. "Yang pasti ada revitalisasi produksi pertanian, yakni harus memastikan adanya pasokan yang cukup pada sumber daya air, misalnya, dengan irigasi," ujarnya. Dengan cara itu, Indonesia diharapkan tidak terlalu tergantung dengan produksi pangan luar negeri. "Pertanian harus diperkuat. Artinya produksi pangan paling tidak kita tidak banyak tergantung keluar," ungkapnya.[15]
b. Politik Anggaran Daerah
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, Pendapatan Daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangganya. Besar kecilnya jumlah dana yang diperlukan sangat tergantung pada luas wilayah dan keadaan demografi, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kompleksitas kebutuhan penduduk serta hal-hal lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan sosial ekonomi daerah tersebut.
Permasalahan yang cukup penting dalam pengumpulan pendapatan daerah adalah proses pengumpulan yang tertutup dan kesalahan dalam pengelolaan. Tidak banyak daerah yang mampu mengelola potensi berbagai jenis pendapatan daerah secara maksimal, sehingga mampu secara nyata dan bertahap mewujudkan kemandirian keuangan daerah.
Oleh sebab itu sering muncul pertanyaan-pertanyaan berikut: “Mengapa pertumbuhan kelompok Pendapatan Asli Daerah tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan kelompok pendapatan daerah dari Dana Perimbangan dan Lain lain Pendapatan Daerah yang Sah?”, “Mengapa otonomi daerah justru membuat ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi?”, “Mengapa, dalam setiap perencanaan, proyeksi pendapatan cenderung lebih kecil dari potensi yang sebenarnya?”
Bahwa kondisi dan permasalahan yang ditemui dalam Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah masing-masing daerah adalah tidak sama, karena menyangkut tersedianya sumber daya, tingkat kemajuan serta kemampuan sumber-sumber yang ada. Dalam rangka upaya pendayagunaan aparatur, termasuk didalamnya para pejabat dan staf yang mengelola keuangan dan pendapatan daerah, perlu diberikan peningkatan kemampuan dan ketrampilan untuk menggali potensi sumber Administrasi Keuangan Daerah secara baik, sehingga dapat digunakan secara efisien dalam pembangunan daerah.
Dimensi reformasi telah mengantarkan perubahan sistem dan tatanan pemerintahan negara kita. Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Walaupun demikian Jaminan Undang-undang belum cukup karena sampai saat ini otonomi daerah tanpa disertai dengan pelimpahan keuangan money follow fuctions.
Sehingga ini menyulitkan bagi daerah untuk benar-benar mandiri. Salah satu alasan hambatan dalam pengembangan partisipasi masyarakat adalah kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung bagi terbentuknya akses dan kontrol masyarakat terhadap pengelolaan keuangan negara.
            Transparansi dan akuntabilitas dibidang perencanaan dan penganggaran diantaranya meliputi proses konsultatif perencanaan anggaran dengan lembaga perwakilan secara terbuka berikut dengan publikasi hasil konsultatif tersebut misalnya berupa Undang-Undang APBN dan peraturan daerah tentang APBD. Dibidang pelaksanaan anggaran, misalnya diperlukan transparansi dalam penggunaan anggaran, pembelanjaan pengeluaran negara baik yang sumber dananya berasal dari penerimaan sendiri oleh negara (pajak dan non-pajak) maupun pinjaman (dari dalam maupun luar negeri), serta adanya persaingan yang transparan dan akuntabel dalam pengadaan barang dan jasa oleh negara/daerah maupun oleh BUMN/BUMD.[16]
            Reformasi tersebut telah menghasilkan berbagai perbaikan dalam sistem, prosedur dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, termasuk di dalamnya keuangan daerah. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dari reformasi tersebut adalah penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja yang membawa konsekuensi tanggung jawab pengelolaan keuangan negara/daerah melekat pada jabatan yang diemban oleh para pemangku kekuasaan.
            Sebagai konsekuensi dari tanggung jawab tersebut, perlu upaya-upaya serius agar pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan lebih berkualitas. Terminologi Pengelola Keuangan Negara merujuk pada semua jabatan yang berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN/D dari pimpinan tertinggi sampai staf terrendah.
            Karena ruang kepentingan politik terhadap anggran negara dan anggran daerah, maka seyogyanyalah pengelolaan keuangan Negara harus berbasis kinerja. Bukan hasil dari sulap-menyulap dari eksekutif dan legislatif.
            Adanya Dinamika Perkembangan Pembaharuan di Bidang Politik Baik di Tingkat Nasional maupun di Tingkat Daerah. Kebutuhan Transparansi dan Akuntabilitas didalam Pengelolaan Keuangan. Adanya perubahan perangkat hukum formal yang didasarkan atas prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang bersifat dinamis dan modern.
            Good governance, termasuk transparansi dan akuntabilitas fiskal, merupakan salah satu tali pengikat utama untuk mempertahankan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang terdiri dari sekitar 16,000 pulau-pulau besar dan kecil, dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa yang terdiri dari sekitar 150 suku bangsa dengan sub-budaya, bahasa dan aksaranya masing-masing serta agama yang berbeda pula.
Transparansi dan akuntabilitas fiskal itu diharapkan dapat mengurangi sumber potensi konflik atas dasar SARA, saling curiga antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antar pemerintah daerah. Sumber utama konflik bersenjata yang terjadi di berbagai daerah yang terjadi terus menerus di Indonesia sejak kemerdekaannya hingga saat ini, antara lain, adalah karena adanya perasaan curiga dan ketidakadilan disebabkan oleh kurangnya transparansi dan akuntabilitas fiskal.
Otonomi daerah merupakan salah satu perwujudan salah satu demokratisi dalam pembangunan bangsa, meskipun harus disikapi secara skeptis akan tetapiwajib bagi kita untuk menannamkan harapan terhadap model pembangunan seperti ini. Harapan tidak harus mewujud menjadi sebuah ekspeksi yang berlebihan, akan tetapi harus diwujudkan dengan membangun  dan meningkatkan partisipasi dalam proses yang sedang berjalan, secara, politik masyarakat sebagai salah satu pilar demokrasi tidak hanya berhak mengikuti akan tetapi juga berhak mengontol berbagai proses politik yang berjalan. Kontrol yang dibangun tidak hanya berupa sikap kritis terhadap lembaga atau institusi politik yang dihasilkan oleh proses politik tersebut, akan tetapi juga pada system yang dikembangkan. Capaian ideal otonomi daerah dalam konteks politik menurut hemat penulis adalah lahirnya masyarakat daerah yang kritis, kreatif, dan mandiri serta mampu hidup berdampingan secara damai dalam suatu kehidupan masyarakat yang heterogen.
Dilapangan perekonomian, pemerintah daerah mempunyai pekerjaan rumah yang cukup besar untuk memberdayakan ekonomi masyarakatnya. Presiden Susilo Bambang Yudoyono menegaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar atau kesejahteraan rakyat itu bukan hanya menunggu tetesan dari pembangunan ekonomi. Bukan hanya menunggu, tapi harus dibangun sejak awal. Dalam pembangunan ekonomi pun kita letakkan sekaligus pemberdayaan masyarakat, sehingga kebutuhan dasar itu menjadi sasaran dalam pembangunan ekonomi kita sejak awal. Disamping kita tingkatkan pertumbuhan ekonomi dengan investasi, mesti ada program-program khusus yang menyerap tenaga kerja secara riil, dikabupaten dan provinsi di Indonesia.
C. Penutup
            Memberikan kesimpulan, apalagi dilengkapi dengan tawaran-tawaran yang solutif bagi kondisi real keuangan negara di Indonesia bukanlah sebuah pekerjaan mudah, diperlukan kecermatan, kecerdasan. Ketelitian, dan menuntut objektifitas tinggi. Penulis merasa tidak memiliki kapasitas untuk melakukan itu, tapi sebagai mahasiswa sikap kritis, Apalagi tugas yang di emban yang melekat meminjam ungkapan Herbert Mercuse” Mahasiswa adalah agen of Change yaitu pembawa perubahan, pembangunan, pembaharuan.         
Kalau kita melihat dari hasil amandemen dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan negara tidak banyak memberikan peluang untuk terciptanya sebuah kepekaan tuntutan kemandirian badan hukum dimana hukum tersebut masih bersifat egaliter, padahal semestinya diperlukan sebuah perubahan kebijakan keuangan negara yang berorientasi pada kemajuan dalam sistem keuangan negara sehingga dapat mencapai cita-cita bersama yaitu untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Dalam prospek hukum keuangan negara bagi Indonesia, proses penyusunan hukum keuangan negara harus diarahkan sebagai pedoman kebijakan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dilaksanakan negara dan sesuai dengan alat-alat politik ekonomi yang ingin dipergunakan negara untuk mencapai tujuan nasional dan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
            Adapun landasan hukum keuangan negara harus mampu direfleksikan dalam konstitusi atau undang-undang dasarnya sesuai dengan konsepsi teori hukum. Apabila penyusunannya mengabaikan teori hukum dan mengutamakan kepentingan politik pihak tertentu, hukum keuangan negara hanya akan menjadi bagian dari kepentingan pihak tersebut, sehingga hakikat kedaulatan rakyat tidak akan pernah terwujud dalam keuangan negara. Dengan kata lain, hukum keuangan negara pemberian dalam tataran peraturan perundang-undangan harus mengutamakan kepentingan rakyat atau harus sesuai dengan konsepsi mengenai negara dan pemerintahan dan bangsa itu sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh dan meyeluruh.





















                [1] Tulisan ini sudah di presentasikan didepan kelas BKU Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara, Mata Kuliah Hukum Pajak Dan Keuangan Negara serta sudah dilakukan revisi sesuai dengan saran-saran dosen pengampuh pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dosen Pengasuh Mila Karmila Adi, S.H. M. Hum.
                [2] Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Hukum S2 pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia(UII) Yogyakarta Tahun 2011.        
[3] Irene S Rubin (1990), The Politics of Public Budgeting; Getting and Spending, Borrowing and Balancing. hatam. New Jersey.
[4] Untuk ungkapan “Politik Anggaran” Aaron Wildavsky bahkan memberikan pernyataan mengenai ini, ”All budgeting is about politics; most politics is about budgeting; and budgeting must therefore be understood as part of political game”. Yang jika kita terjemahkan berarti ” Penganggaran Semua tentang politik, politik yang paling adalah tentang penganggaran; dan penganggaran karena itu harus dipahami sebagai bagian dari permainan politik”. Jadi Secara harafiah Politik Anggaran adalah bias diartikan sebagai sebuah proses politik dua atau lebih orang atau lembaga yang memiliki kepentingan untuk mendapatkan keuntungan dari anggaran, dimana mereka memiliki kuasa untuk mengendalikannya. 
[5] Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
[6] Koran Online Kompas, http://bisniskeuangan.kompas.com, Anggaran Tersandera Rp 117 Triliun, Diakses Pada Hari Rabu, 09 November 2011.
[7] Ibid, Anggaran Tersandera Rp 117 Triliun.
[8] http://www.suarapembaruan.com, Parpol Dibiayai Negara, Diakses Pada Hari Rabu, 09 November 2011.
[9] Ibid, Parpol Dibiayai Negara.
[10] Koran Online Kompas, http://bisniskeuangan.kompas.com, Kembalikan Arah Politik Anggaran ke Jalur Benar, Diakses Pada hari Rabu, 09 November 2011. 
[11] http://www.rimanews.com, Rampok APBN, DPR Dapat Jatah Sekitar Rp 9 Miliar, Diakses Pada hari Rabu, 09 November 2011.
[12]  Sumber: Seknas FITRA, dan diolah dari RAPBN 2005-2009.
[13] Koran Online Kompas: http://bisniskeuangan.kompas.com, Politik Anggaran 2012 Fokus Ketersediaan, Diakses Pada Rabu, 09 November 2011.
[14] Ibid, Koran Online Kompas, Politik Anggaran 2012 Fokus Ketersediaan. 
[15] Op. Cit, Koran Online Kompas, Politik Anggaran 2012 Fokus Ketersediaan.   
            [16] Dalam Makalah: Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Era Reformasi. Oleh Prof. Dr. Anwar Nasution Guru Besar (Emeritus) Ilmu Ekonomi,  Universitas Indonesia, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan R.I., periode 2004-2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar